Sesuatu yang datang akan pergi, begitu pula bulan Ramadhan. Hari-hari itu telah berlalu, dan kita belum tahu akankah kita bertemu lagi dengannya di kesempatan yang akan datang. Semoga amal kebaikan kita di bulan Ramadhan yang lalu diterima oleh Allah Ta’ala…
Pintu kebaikan tak tertutup
Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa dan penuh keberkahan. Betapa banyak hamba yang berpuasa, Quran dibaca, shadaqah ditunaikan, shalat malam didirikan, maksiat ditinggalkan. Hari-hari terasa begitu menyejukkan. Akan tetapi, yang namanya waktu pasti berjalan. Roda berputar dan siap berganti dengan perjalanan selanjutnya. Ramadhan pun pergi.
Namun meski ia telah berlalu, bukan berarti seorang hamba tidak bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Rabb kita satu: Allah Ta’ala. Rabb kita di bulan Ramadhan sama dengan Rabb kita saat ini. Dia tidak hanya melihat dan memperhatikan hamba-Nya di saat bulan Ramadhan, tapi juga di setiap waktu dan di setiap detik yang kita lalui. “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hadid: 4).
Meski saat ini bukan waktunya melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, seorang hamba tetap bisa melakukan ibadah-ibadah di setiap waktunya dengan berbagai macam amalan.“Sesungguhnya pintu kebaikan itu sangatlah banyak; tasbih, tahmid, takbir, tahlil, amar ma’ruf nahi munkar, menyingkirkan gangguan dari jalan, membantu memahamkan orang tuli, menuntun orang buta; menunjukkan orang mencari jalan; memapah orang yang lemah; mengangkat barang orang yang lemah; itu semua adalah shadaqah darimu atas dirimu.” (H.R. Ibnu Hibban no. 3377 dalam shahihnya).
Seorang hamba juga bisa melaksanakan peribadahan puasa sunnah, yaitu puasa 6 hari di bulan Syawwal, Senin dan Kamis, puasa sunnah 3 hari setiap pertengahan bulan, puasa 10 Muharam, puasa Arafah, dan lainnya.
Tanda diterimanya amalan
Para ulama menjelaskan bahwa salah satu tanda diterimanya amalan kebaikan seseorang adalah dengan dimudahkannya untuk melakukan amalan kebaikan setelahnya. Terlaksananya kembali puasa setelah puasa Ramadhan merupakan tanda diterimanya puasa Ramadhan yang telah dilaksanakan. Sesungguhnya Allah Ta’ala apabila menerima amalan seorang hamba maka Dia akan memberikan taufik untuk beramal shalih setelahnya.
Sebagaimana ucapan sebagian salaf, “Balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya, maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, kemudian mengikutinya dengan kebaikan setelahnya maka hal tersebut adalah tanda diterimanya amalan kebaikan yang telah dilaksanakan tersebut. Dan sebaliknya, seseorang yang beramal kebaikan kemudian mengikutinya dengan keburukan, maka hal itu adalah tanda tertolaknya kebaikan tersebut.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 394).
Di antara amalan agung yang bisa dilaksanakan seorang hamba saat ini adalah puasa 6 hari di bulan Syawwal. “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (H.R. Muslim, no. 1164).
Puasa 6 hari di bulan Syawwal bisa dilakukan di awal, pertengahan atau di akhir bulan. Puasa ini bisa pula dilakukan berturut-turut atau terpisah asalkan masih di bulan Syawwal. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullaahu ditanya terkait tata cara puasa 6 hari di bulan Syawwal, beliau menjawab, “Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak merinci apakah puasa 6 hari itu dikerjakan di awal, akhir, atau tengah bulan. Hal ini menunjukkan lapangnya masalah ini, tidak ada salahnya seseorang hendak berpuasa di awal, tengah maupun akhir bulan Syawwal. Begitu pula dengan pelaksanaannya boleh dilakukan berturut-turut maupun terpisah.” (binbaz.org no. 13192).
Hari beramal
Amalan yang Allah Ta’ala cintai adalah amalan yang dikerjakan secara terus-menerus. “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Terkadang seseorang sangat semangat melakukan suatu amalan namun setelah itu dia meninggalkan amalan itu sama sekali. Di bulan Ramadhan mungkin seseorang telah melakukan shalat malam sepanjang Ramadhan, dan semakin tekun di sepuluh malam terakhir. Namun kita berusaha supaya ibadah itu masih dilaksanakan secara rutin meskipun bulan Ramadhan telah berlalu. Jangan sampai amalan shalih yang dikerjakan di bulan Ramadhan kemarin membuat hati puas dan bangga sehingga berhenti beramal. Tetaplah beramal shalih, meskipun sedikit, yang lebih penting adalah tidak berhenti beramal shalih.
Di antara hal yang bisa membantu seseorang untuk tidak bermalas-malasan dalam beramal setelah Ramadhan adalah kembali mengintrospeksi diri. Sudah sempurnakah amalan yang dilaksanakan di hari-hari yang lalu? Sudah seyogyanya seorang hamba mengisi waktunya lagi dengan amalan shalih, karena menghayati bahwa masih banyak ketidaksempurnaan dalam amalannya. Seorang hamba seharusnya sadar betul bahwa dia masih butuh beramal yang banyak. Selain itu, hendaknya juga sadar bahwa godaan syaithan siap menerjangnya sewaktu-waktu, sedangkan sisa umurnya semakin berkurang.
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tersebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (H.R. Bukhari).
Berjuang sampai garis finish
Hari ini bukanlah akhir dari ibadah. Selama mata masih bisa melihat, telinga masih mendengar, hati masih merasakan, dan nyawa masih dikandung badan, maka seseorang masih harus terus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, seluruhnya akan dimintai pertanggungjawabannya” (Q.S. Al Isra’: 36).
Jangan terperdaya dengan syaithan. Jangan bangga dengan amalan yang sudah dikerjakan. Jangan berhenti beramal sampai di sini. “Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kematian menjemputmu.” (Q.S. Al-Hijr: 99).
Tetaplah beramal sampai kematian menjemput, kita tak tahu kapan batas waktu itu datang. Jangan sia-siakan kesempatan yang masih Allah Ta’ala berikan kepada kita. “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al-A’raf: 34).
“Dan sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), ‘Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal shalih, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (Q.S. As Sajdah: 12).
Ditulis oleh : Pridiyanto, S.Farm.,Apt.
Dimurojaah oleh : Ustaz Abu Umair BA.,S.PdI.,M.Pd .